Senin, 09 Juni 2014

evaluasi mengolah nilai



Mengolah Nilai
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Drs. Sukadir, M.Pdi
Disusun Oleh:
Fikri
Masfufatul Adawiyah
Nurul Chafidhoh
Roichatul Jannah

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PANCAWAHANA BANGIL
2013-2014




KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur akan selalu tetap tercurahkan limpahan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan limpahan kenikmatan yang tidak akan pernah terhitung banyaknya, serta limpahan rahmatnya, taufik dan hidayahnya yang mana telah memberikan kelancaran, sehingga kami dapat merampungkan makalah dengan judul “Mengolah Nilai” sebagai tugas mata kuliah Study Evaluasi Pembelajaran.
Shalawat serta salam akan tetap tercurahkan limpahan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah membawa syariat islam kepada kita semua dari alam kegelapan menuju alam terang benderang seperti saat ini.sehingga tak lagi terjerumus kelembah kelemahan dunia dan beliau memberikan secercah cahaya untuk menerang serta mengusir kegelapan di dunia ini.
Serta ucapan terima kasih kami untuk dosen pembimbing mata kuliah ini, yang terhormat bapak Drs. Sukadir, M.Pdi yang senantiasa memberikan semangat serta bimbingan kepada kami sangat membantu proses pelaksanaan pembuatan tugas ini sampai akhirnya selesai.
Semoga apa yang kami tulis dalam makalah ini akan sangat bisa memberikan manfa’at kepada kami serta kepada para pembaca Dan kami pun sangat menyadari, bahwa apa yang kami tulis dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan  serta kekuranganya. Oleh karena itu kami berharap dengan sangat, kritik dan saran pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini.

                                                                                                                                                       Penulis,





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2
2.1 Teknik Mengolah Nilai........................................................................ 2
2.2 Beberapa Skala Penilaian..................................................................... 3
2.2 Distribusi Nilai..................................................................................... 5
2.2 Standar Nilai........................................................................................ 5
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 8
  Kesimpulan ............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 9



 
Bottom of Form
BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Dari pelaksanaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi hasil belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui teknik tes maupun teknik non tes merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian. Oleh karena itu, kami menjadikannya sebagai obyek pembahasan dalam makalah kami.

1.2     Rumusan Masalah
1.         Sebutkan teknik dalam mengelolah nilai?
2.         Sebutkan macam-macam skala penilaian?
3.         Sebutkan macam-macam standar distribusi nilai?
4.         Sebutkan macam-macam standar nilai?

1.3     Tujuan penulisan
1.         Supaya mengetahui teknik dalam mengelolah skor.
2.         Supaya mengetahui macam-macam skala penilaian.
3.         Supaya mengetahui standar distribusi nilai.
4.         Supaya mengetahui macam-macam standar nilai.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Teknik Pengolahan Nilai
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :
1.    Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.
2.    Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai.
3.    Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik. Dalam bukunya Zainal Arifin ditambah satu prosedur lagi yaitu melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, jika penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka itu termasuk kesalahan besar. Dalam kegiatan penilaian hasil belajar, guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar). Kompetensi itu tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan diamati.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau dalam situasi klinis lainnya. Tujuan utamnya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik (readiness), pertumbuhan fisik, kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemeberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisai subjektivitas penilai. Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik, karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang, dan mudah.

2.2     Beberapa Skala Penilaian
a.    Skala bebas
Ani, seorang pelajar di suatu SMU, pada suatu hari berlari – lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari Guru Matematika. Pada sudut kertas itu tertulis angka 10, yaitu angkayang diperoleh Ani dengan ulangan itu. Setekah tiba diluar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan – kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu – sipu.  Rupanya ia menyadari kebodohan-nya karena setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata kepunyaan Anilah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15, 20 bahkan ada yang 25. Dan kata Guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul. Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang satu pengertian bahwa angka 10 adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai, ini memang lazim. Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama.
b.   Skala 1 – 10
Apa sebab Ani dan kawan – kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka tertinggi untuk nilai ? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru – guru di Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam rapor. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10 guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
c.    Skala 1 – 100
Memang diseyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1- 10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100, memungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalan skala 1 – 10 yang biasanya dibulatkan mejadi 6, dalam skala 1 – 100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64.
d.   Skala huruf
Di samping penilaian yang dinyatakan dengan angka, kita mengenal pula penilaian yang dinyatakan dengan huruf. Seperti penilaian yang dilakukan oleh guru taman kanak- kanak dan atau guru-guru di sekolah dasar kelas I dan kelas II, mereka menggunakan nilai huruf A, B, C dan D.
Selain itu ada juga yang menggunakan nilai huruf sampai dengan E dan G (tetapi pada umumnya 5 huruf yaitu A, B, C, D, dan E). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara hruuf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau anatar C dan D. Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama denga jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jaran antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5. Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilain. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunya 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan symbol yang menunjukan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi, dalam tingkatan prestasi sejarah urutannya adalah C, A, lalu B. Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kualitas.

2.3        Distribusi Nilai
Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa-siswanya dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam standar, yaitu:
a.    Distribusi Nilai Berdasarkan Standar Mutlak
Dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah standar mutlak atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa akan terlihat dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal-soal yang dibuat guru terlalu mudah, sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan soal-soal itu dan tingkat pencapaiannya tinggi. Sebaliknya apabila soal-soal tes termasuk yang sukar maka pencapaian siswa juga sebaliknya pula. Namun demikian dengan standar mutlak ini mungkin pula diperoleh gambar kurva nomal jika soal-soal tes disusun oleh guru dengan tepat seperti gambaran kecakapan siswa-siswanya.
b.    Distribusi nilai berdasarkan standar relative
Telah diterangkan di depan bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm-referenced, kedudukan seorang selalu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva juling positif atau juling negative tetapi dalam norm-referenced selalu tergambar dalam kurva normal.

2.4     Standar Nilai
a.    Standard Nines/Stanines
Dari distribusi nilai, kita dapat membicarakan masalah standar nilai. Pendapat Gronlund dalam distribusi nilai ini demikian. Skor – skor siswa direntangkan menjadi 9 nilai (disebut juga Standar Nines atau Stanines) seperti berikut ini.

STANINES
INTERPRETASI
9
4%
Tinggi (4%)
8
7%
Diatas rata-rata (19%)
7
12%
6
17%
Rata-rata (54%)
5
20%
4
17%
3
12%
Dibawah rata-rata (19%)
2
7%
1
4%
Rendah (4%)
Dengan adanya persentase yang ditentukan inilah maka semua situasi skor siswa dapat direntangkan menjadi nilai 1-9 diatas.
b.    Standard Enam.
Selain dengan stanadar Sembilan (stanines), ada pula yang menggunakan standar enam. Dalam hal ini, hanya berkisar antara 4-9, berikut persentasi penyebaran nilainya:
STANDAR ENAM
Interpretasi
9
8
7
6
5
4
5%
10%
20%
40%
20%
5%
Baik sekali
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
Kurang
Kurang sekali



 Penyebaran nilai denga standar enam yang dimaksud, adalah berikut:
10% siswa yang mendapat nilai tertinggi diberi nilai 9
20% dibawahnya diberi 8
40% dibawahnya diberi 7
20% dibawahnya diberi 6
5% dibawahnya diberi 5
5% dibawahnya diberi 4
Dalam hal yang sangat khusus dimana siswa yang dianggap sangat cerdas ataupun sangat kurang, dapat diberikan nilai 10 atau 3.
c.    Standar Eleven (Stanel)
Standar ini dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM yang sesuai dengan system penilaian di Indonesia. Dengan stanel ini, system penilaian membagi skala menjadi 11 golongan yaitu angka-angka dari 0-10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD, bertitik tolak dari Mean = 5 yang menempati jarak antara -3,025 SD sampai +3,025 SD.
Bilangan-bilangan persentil untuk menentukan titik dalam Stanel ini adalah: P1, P3, P8, P21, P39, P61, P79, P92, P97 & P99. Dasar pemikiran Stanel ini dalah bahwa jarak praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.
11 skala =          6 SD
Skala                 =      SD
                          =     0,55 SD

STANEL           0      1       2       3       4      5       6       7       8       9      10
Mean
d.   Standar Sepuluh
Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu:
1)   Mean (rata-rata skor)
2)   Deviasi Standar (simpangan Baku)
3)   Tabel konversi angka kedalam nilai berskala 1-10
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1-10 adalah sebagai berikut:
1)   Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor-skor mentah.
2)   Menghitung rata-rata skor (mean).
3)   Menghitung Deviasi Standar.
4)   Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah kedalam nilai skala 1-10.
e.    Standar Lima
Kembali kepada Grondlund selain ia mengemukakan penyebaran nilai dengan angka, juga mengemukakan penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :
1.    Menskor
2.    Mengubah skor mentah menjadi skor standar
3.    Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai
Beberapa Skala Penilaian:
a.    Skala bebas  
b.    Skala 1 – 10
c.    Skala 1 – 100
d.   Skala huruf
Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa-siswanya dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam standar, yaitu:
a.    Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak.
b.   Distribusi nilai berdasarkan standar relative.
Beberapa standar nilai:
a.    Standard Nines/Stanines
b.   Standard Enam.
c.    Standar Eleven (Stanel)
d.   Standar Sepuluh
e.    Standar Lima


                                  









 DAFTAR PUSTAKA


  Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
  Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.
  Sudijono, Anas. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Rajawali Pers.
  Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar